Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Perkotaan
Ruang terbuka hijau (RTH) yang identik dengan area pepohonan
atau tumbuhan hijau di suatu kawasan merupakan fasilitas kota yang memiliki
banyak manfaat. Dalam Permen PU. No. 05 Tahun 2008 dijelaskan bahwa RTH
merupakan area memanjang/jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam. RTH memiliki beragam fungsi meliputi fungsi ekologis,
sosial budaya, estetika dan ekonomi. Salah satu fungsi dari RTH perkotaan
(urban forest) pada aspek ekologis yang saat ini banyak dibahas oleh berbagai
kalangan terkait dengan perannya baik dalam konteks penurunan emisi gas rumah
kaca (GRK) maupun penetralisir polusi udara perkotaan terutama karbon dioksida
(CO2) adalah fungsinya sebagai reservoir karbon. Fungsi praktis yang dapat
dirasakan langsung oleh masyarakat saat ini terkait dengan keberadaan RTH
adalah adanya taman-taman sebagai tempat beraktivitas seperti adanya
taman-taman tematik yang digagas oleh pemerintah Kota Bandung.
Berdasarkan aspek fisik, Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan
dapat dibedakan menjadi RTH alami seperti kawasan lindung dan RTH non alami
atau RTH binaan seperti taman, lapangan olahraga, jalur hijau dan pemakaman.
Dengan pengelompokan jenis tersebut, RTH memiliki beragam fungsi baik intrinsik
(fungsi utama) maupun ekstrinsik (tambahan). Fungsi ekologis merupakan fungsi
utama dari RTH diantaranya adalah pengatur iklim mikro, penyerap polutan,
produsen oksigen, penyerap hujan, dan sebagainya. Fungsi tambahan dari RTH
terdiri atas fungsi sosial budaya, ekonomi dan estetika. Pada fungsi tambahan
RTH berfungsi dalam beragam aspek, yaitu sosial budaya: RTH berfungsi
diantaranya sebagai wadah dan objek penelitian, tempat rekreasi, media
komunikasi warga kota dan lain lain; aspek ekonomi: sebagai sumber pendapatan
dengan produksi dari pertanian, perkebunan, kehutanan yang dapat dijual;
estetika: memperindah lingkungan kota, meningkatkan kenyamanan, menstimulasi
kreativitas warga kota, dan sebagainya.
Mengingat fungsi RTH yang sangat penting dalam menunjang
pembangunan suatu wilayah atau kota, pengembangan RTH sudah menjadi keharusan.
Pengembangan RTH dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan. Selain dari aspek
fisik dan fungsi, pendekatan struktur dan kepemilikan juga dapat menjadi acuan.
Secara struktur, RTH dapat dikembangkan dengan pendekatan ekologis dengan
mengikuti konfigurasi ekologis seperti danau, sungai, bukit atau pun pola
planologis dengan mengikuti struktur perkotaan. Berdasarkan status pemilikannya,
RTH perkotaan dibedakan menjadi RTH publik yang berada di lokasi lahan publik
atau dimiliki pemerintah dan RTH privat yang berlokasi pada lahan privat yang
pemanfaatannya untuk kalangan terbatas. Contoh RTH publik diantaranya adalah
taman-taman kota, pemakaman umum, sempadan jalan, sempadan sungai, sempadan rel
kereta dan sempadan SUTT (tegangan tinggi). Contoh dari RTH privat adalah area
hijau di kawasan pemukiman, militer, perkantoran, pendidikan, perdagangan dan
industri.
aman kota sebagai bagian dari RTH perkotaan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana rekreasi. Taman Balai Kota (atas); Taman Anggrek (bawah)
TPU Ciburuy sebagai pemakaman umum merupakan salah satu contoh dari RTH publik.
Sempadan jalan merupakan bagian dari RTH publik yang berfungsi salah satunya sebagai peneduh jalan dan penetralisir polusi udara.
Taman
di kawasan perkantoran merupakan salah satu bagian dari RTH privat yang tidak
hanya berfungsi mempercantik kawasan akan tetapi juga bermanfaat dalam
menghasilkan oksigen di kawasan tersebut.
Saat ini, pemerintah setiap kota termasuk Kota Bandung
diharuskan untuk meningkatkan luasan RTHnya hingga mencapai 30 % dari total
luas wilayah seperti yang disebutkan dalam Undang- Undang Nomor 26 tentang
Penataan Ruang (UU No. 26/2007) yang mengharuskan kota/kabupaten memiliki RTH
seluas 30 persen di wilayahnya yang mencakup 20 % RTH publik dan 10 % RTH
privat. Dalam Master Plan Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung 2012-2032 disebutkan
bahwa total luas ruang terbuka hijau (RTH) eksisting Kota Bandung pada tahun
2011 adalah, 1.910,49 hektar (ha), 11,43 % dari luas kota. Dari luas total
tersebut, luas RTH publik sebesar 1.018,54 hektar (ha) atau 6,1 % dan RTH
privat 891,95 hektar (ha) atau 5,33 %. Jumlah tersebut tidak lepas dari ancaman
pengurangan setiap tahunnya akibat alih fungsi RTH menjadi area terbangun untuk
mendukung aktivitas masyarakat, sebagai konsekuensi dari pertambahan jumlah
penduduk kota Bandung. Kebutuhan masyarakat akan perumahan, kantor, pertokoan
dan fasilitas bangunan lainnya menyebabkan perubahan tersebut tidak dapat
dihindari. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah kota Bandung dalam
melakukan pengembangan RTH di Kota Bandung.
Terkait dengan peningkatan luasan RTH, pemerintah Kota Bandung
telah memuat rencana ini dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung
2011-2031 seperti yang diuraikan pada Tabel 1. Rencana penambahan RTH dari
1.910, 49 ha menjadi 5.104,14 ha akan diwujudkan melalui pemanfaatan kawasan
yang potensial dijadikan RTH. Lahan potensial yang dimaksud meliputi kawasan
terbangun dan tidak terbangun dengan luas area mencapai 16.803,61 ha.
Dibutuhkan kerja sama dan partisipasi dari semua elemen masyarakat untuk
mendukung rencana pemerintah ini mengingat pengembangan RTH merupakan hal
penting akan tetapi rawan konflik mengingat kepemilikan dan pengelolaannya yang
tersebar pada ranah publik dan privat.
http://bplhbandung.com/v2/laporan-final-ruang-terbuka-hijau/