Running Neon Text

Rabu, 08 April 2015

Cinta Tanah Air



Raja Ampat


Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kepulauan ini sekarang menjadi tujuan para penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah lautnya. Empat gugusan pulau yang menjadi anggotanya dinamakan menurut empat pulau terbesarnya, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati, dan Pulau Batanta.


Asal-usul dan sejarah

Asal mula nama Raja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi empat orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat. Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.
Dalam perjalanan sejarah, wilayah Raja Ampat telah lama dihuni oleh masyarakat bangsawan dan menerapkan sistem adat Maluku. Dalam sistem ini, masyarakat sekumpulan manusia. Tiap desa dipimpin oleh seorang raja. Semenjak berdirinya lima kesultanan muslim di Maluku, Raja Ampat menjadi bagian klaim dari Kesultanan Tidore. Setelah Kesultanan Tidore takluk dari Belanda, Kepulauan Raja Ampat menjadi bagian klaim Hindia-Belanda.


Masyarakat

Masyarakat Kepulauan Raja Ampat umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung-kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Mereka adalah masyarakat yang ramah menerima tamu dari luar, apalagi kalau kita membawa oleh-oleh buat mereka berupa pinang ataupun permen. Barang ini menjadi semacam 'pipa perdamaian indian' di Raja Ampat. Acara mengobrol dengan makan pinang disebut juga "Para-para Pinang" seringkali bergiliran satu sama lain saling melempar mob, istilah setempat untuk cerita-cerita lucu.
Mereka adalah pemeluk Islam dan Kristen dan seringkali di dalam satu keluarga atau marga terdapat anggota yang memeluk salah satu dari dua agama tersebut. Hal ini menjadikan masyarakat Raja Ampat tetap rukun walaupun berbeda keyakinan.


Kekayaan sumber daya alam

Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.
Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.
Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.
Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara Pulau Waigeo dan Pulau Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Tenggara dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.
Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis kuda laut katai, wobbegong, dan ikan pari Manta. Juga ada ikan endemik raja ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie. Di Manta point yg terletak di Arborek selat Dampier, Anda bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Pari Manta yang jinak seperti ketika Anda menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, Anda bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers. Tapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung Anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.
Karena daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang. Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan.

Hak Asasi Manusia dan hukuman mati



Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
Dalam teori perjanjian bernegara, adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis. Pactum Unionis adalah perjanjian antara individu-individu atau kelompok-kelompok masyarakat membentuik suatu negara, sedangkan pactum unionis adalah perjanjian antara warga negara dengan penguasa yang dipiliah di antara warga negara tersebut (Pactum Unionis). Thomas Hobbes mengakui adanya Pactum Subjectionis saja. John Lock mengakui adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis dan JJ Roessaeu mengakui adanya Pactum Unionis. Ke-tiga paham ini berpenbdapat demikian. Namun pada intinya teori perjanjian ini meng-amanahkan adanya perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang harus dijamin oleh penguasa, bentuk jaminan itu mustilah tertuang dalam konstitusi (Perjanjian Bernegara).
Pada saat ini HAM (Hak Asasi Manusia) sering di salah artikan. Dalam urusan hukum, sangatlah berkaitan, apalagi tentang hukuman mati. Ada suatu kondisi saat seorang tersangka di vonis hukuman mati, beberapa orang tidak setuju karena itu melanggar HAM. Apakah ini benar atau salah ? masih menjadi suatu kontra diksi pada kehidupan.
Sanksi hukuman mati di Indonesia sampai sekarang ini masih merupakan perdebatan hukum yang tidak ada habis-habisnya. Perdebatan hukuman mati tersebut dikarenakan disatu sisi banyak pihak yang menganggap hukuman mati justru melanggar HAM karena sifat hukuman mati itu sendiri (dianggap pembunuhan), alasan lainnya adalah banyak negara telah menghapus hukuman mati (Belanda). Bahkan secara yuridis pihak yang menolak hukuman mati mendasarkan Pasal 3 dan Pasal 5 UUDHR, Pasal 28 A, Pasal 28 I ayat 1 dan Pasal 28 J Amandemen ke dua UUD 1945. Dilain pihak banyak masyarakat yang tetap setuju dengan hukuman mati dengan alasan hukuman mati menimbulkan efek jera dan memenuhi rasa keadilan. Secara yuridis pihak ini mendasarkan pada Pasal 28 J ayat 2 Amandemen UUD?45. Pembatasan UU yang dimaksud tersebar dibeberapa perundang-undangan (KUHP, UU Pengadilan HAM, UU Tindak Pidana Terorisme, dll). Disamping itu pihak yang setuju hukuman mati mendasarkan pada Pasal 3 UUDHR dimana dari pasal tersebut dinyatakan bahwa penjatuhan hukuman mati dijatuhkan untuk kejahatan yang paling berat dan hanya boleh dikenakan dengan suatu ?keputusan final suatu pengadilan yang berwewenang?. Dalam pelaksanaan hukuman mati sendiri memang ada beberapa kelemahan seperti tidak ditetapkannya batas waktu yang tegas untuk menyampaikan permohonan grasi oleh terpidana, banyak terpidana yang dijatuhkan hukuman mati dan permohonan grasinya telah ditolak dan tidak memiliki upaya hukum lain belum juga dieksekusi sehingga yang bersangkutan harus menunggu terlalu lama dengan kata lain tidak hanya mendapatkan hukuman mati tetapi juga mendapat hukuman penjara yang cukup lama. Jalan keluar masalah tersebut di atas terletak pada bagaimana hukuman mati dapat dioptimalkan sebagai sarana pencegah kejahatan disatu sisi dan bagaimana kendala-kendala  tersebut dapat diminimalisir. Ketentuan dalam RUU KUHP (Pasal 86) yang dikenal dengan Pidana Mati Percobaan perlu mendapat perhatian. Di samping itu perlu dipikirkan kembali metode pelaksanaan eksekusi hukuman mati.
Berikut ini adalah berita tentang hukuman mati dan HAM dikutip dari http://www.hukumonline.com
Eksekusi Pidana Mati Tidak Melanggar Konstitusi
Ketua Sub Komisi Pengkajian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Soelistyowati Soegondo mengatakan bahwa eksekusi hukuman mati terhadap enam orang terpidana mati tidak bertentangan konstitusi. Bahkan, ia berpendapat bahwa hukuman mati sejalan dengan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.

 Lies mengatakan bahwa setiap orang dalam menjalankan hak dan kebebasannya wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta peghormatan atas hak orang lain. Serta, untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat.
"Jadi, apa yang telah tertuang dalam UUD 1945 juga tertuang pula pembatasan-pembatasan yang dikemukakan dalam amandemen kedua UUD 1945. Dengan demikian, sepanjang hukuman mati itu masih dicantumkan dalam undang-undang positif kita, maka tentunya tidak dapat dihindari adanya hukuman mati tersebut," ucapnya saat Rapat Kerja antara Komnas HAM dengan Komisi II di Gedung DPR, pada Senin (17/02).
Dukungan terhadap eksekusi para terpidana mati juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II dari F-TNI/Polri, Abdul Rahman Gaffar. "Hukuman mati itu asal dilakukan sesuai dengan prosedur hukum tidak ada masalah. Saya sebagai orang Islam, hukuman mati itu ada. Kalau di Makkah, diterapkan hukum qishash. Kalau dia membunuh, maka hukumannya juga dibunuh," cetusnya.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh anggota Komisi II dari F-Reformasi, Patrialis Akbar. Ia mengatakan bahwa hukuman mati sebaiknya tidak cuma diterapkan terhadap para pengedar narkoba dan pelaku pembunuhan berencana, tetapi juga terhadap para koruptor.